Gugatan warga terhadap keputusan Gubernur Bali mengenai izin lingkungan hidup dari pembangunan PLTU Celukan Bwang 2×330 MW sudah diputuskan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar. Sidang putusan yang dipimpin oleh Majelis Hakim AK Setiyono tersebut memutuskan bahwa perkara gugatan ditolak.
Majelis Hakim dalam hal penundaan, menolak permohonan penundaak pelaksanaan objek sengketa yang telah diajukan oleh penggugat. Sementara dalam hal eksepsi, Majelis Hakim menerima eksepsi Tergugat II Intervensi tentang para penggugat yang tidak memiliki kepentinganuntuk mengajukan gugatan.
Majelis Hakim juga menyatakan gugatan dari penggugat tidak dapat diterima dan penggugat harus membayar biaya perkara.
“gugatan para penggugat ditolak. Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 354,500,” ujar Ketua Majelis Hakim Setiyono.
Atas keputusan tersebut, LBH Bali selaku kuasa hukum dari penggunggat akan menyatakan banding atas putusan tersebut. Ketua tim kuasa hukum penggugat, Gendo Suarddana mengungkapkan akan pikir-pikir terlebih dahulu dan tentunya akan mengajukan banding.
Sementara kuasa hukum dari tergugat menerima keputusan dari Majelis Hakim. Menurut kuasa hujum terguggat, Hotman Paris Hutapea, keputusan dari Majelis Hakim sesuai harapan dan pihaknya menerima.
Menurutnya, pemerintah telah mengeluarkan Undang Undang tentang batu bara sebagai pembangkit tenaga listrik. Menurut Hotman tanpa batubara negara suah untuk mendapatkan energi listrik. Hotman juga tidak mempermasalahkan apabila pihak penggungat akan mengajukan banding.
Diketahui sebelumnya, sidang gugatan telah dimulai sejak 6 Maret 2018 terhadap SK Gubernur Bali No 660.3/3985/IV-A/DISMPT tentang Izin Lingkungan Hidup pembangunan PLTU Celukan Bawang 2×330 MW yang dikeluarkan pada 28 April 2017.
Gugatan terhadap Gubernut mengenai izin lingkungan PLTU Celukan Bawang didaftarkan para penggugat pada tanggal 24 Januari 2018. Para penggugat merupakan warga yang terdampak di sekitar lokasi pembangkit listrik.
Menurut warga, mereka tidak mendapatkan sosialisasi sejak 2015 dan ada beberapa prosedur pembangunan yang tidak sesuai aturan termasuk penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang tidak melibatkan publik.