Kebijakan Pemerintah soal Penggunaan Biodiesel B35 Mulai 1 Februari 2023

Pihak Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) telah menyatakan penggunaan biodiesel B35 diterapkan mulai 1 Februari 2023. “Mulai Februari tahun ini, implementasi program Bahan Bakar Nabati B35 resmi digunakan!” tulis Kementerian ESDM seperti dikutip dari akun Instagram resmi @kesdm pada Kamis, 5 Januari.

B35 adalah campuran bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit, yaitu Fatty Acid Methyl Esters (FAME). Adapun kadar minyak sawitnya adalah 35 persen, sementara 65 persen lainnya merupakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar.

Kementerian ESDM mengungkapkan program B35 merupakan langkah antisipasi lonjakan harga minyak dunia serta menekan impor solar. Selain itu, program tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan.

Dalam perjalanannya, biodiesel B35 ini tidak ujug-ujug memuat 35 persen minyak kelapa sawit. Berdasarkan keterangan dari Kementerian ESDM, program mandatori biodiesel sudah mulai diimplementasikan pada 2008 dengan kadar campuran minyak kelapa sawit 2,5 persen.

Kemudian, keberhasilan program mandatori membuat kadar biodiesel secara bertahap ditingkatkan hingga 7,5 persen selama rentang waktu 2008 sampai dengan 2010. Sejak April 2015 persentase biodiesel kembali ditingkatkan dari 10 persen menjadi 15 persen. Lalu, pada 1 Januari 2016 ditingkatkan kembali menjadi 20 persen dan disebut B20.

Kebijakan Penggunaan Biodiesel B35 Sesuai dengan Rencana Pemerintah

Sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, maka persentase biodiesel ditingkatkan menjadi 30 persen atau B30.

Selanjutnya, sesuai Surat Edaran Direktorat Jenderal EBTKE Nomor 10.E/EK.05/DJE/2022 dan guna meningkatkan penyediaan energi bersih secara berkelanjutan, salah satunya dengan mandatori campuran biodiesel untuk BBM solar 35 persen atau B35 mulai berlaku pada Februari mendatang.

Seiring dengan menggunakan biodiesel B35 ini, Kementerian ESDM pun menaikkan alokasi biodiesel 2023 menjadi 13,15 juta kiloliter (kL). Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan penjualan biosolar 2023 akan mencapai 37.567.411 juta kl.

Hal itu mengacu pada proyeksi penyaluran biosolar 2022 sebesar 36.475.050 kL serta asumsi pertumbuhan permintaan sebesar 3 persen. “Adapun estimasi kebutuhan biodiesel untuk mendukung implementasi B35 sebesar 13.148.594 kL, atau meningkat sekitar 19 persen dibandingkan alokasi tahun 2021 sebesar 11.025.604 kL,” katanya akhir tahun lalu.

Implementasi biodiesel B35 diklaim sudah mempertimbangkan kesiapan badan usaha (BU) bahan bakar nabati (BBN) dan BU BBM, baik dari aspek kesiapan pasokan, distribusi, termasuk infrastruktur penunjang. Kementerian ESDM juga menetapkan spesifikasi baru untuk meningkatkan standar biodiesel guna meyakinkan konsumen bahwa pencampuran yang lebih tinggi tidak akan mempengaruhi kinerja mesin.